Translate

Friday, August 20, 2021

Cerita Bersambung : deja vu 2

Jebakan Dunia


        Langit-langit rumah berwarna putih mulai memudar dari pandanganku. Tubuhku terbujur perih dibawah naungan kemilau lampu ruang tamu. Tak kuasa aku menahan pedih bahkan untuk berkeluh kesah sekalipun. Aku mulai pasrah. Aku hanya dapat bergumam tanpa pilu, sambil memandangi Bang Rino tanpa ekspresi wajah marah atau senang.


                " Baiklah,silahkan  abang ceritakan.." aku mulai membuka pembicaraan setibanya kami di rumah, kebetulan anak-anak entah dimana,kebetulan rumah sepi.

                " Cerita yang mana ?" pura -pura tidak mengerti si abang.

                " Konfirmasi aja..." selaku.

                " Oh, tentang Neng Yanthi.  Ngga ada apa-apa, kami hanya berteman saja." begitu yakin Bang Rino memberi kejelasan yang tidak jelas untukku.

                " Berteman saja, koq berdua-dua di hotel.."

                " Kami dihotel tidak berbuat yang aneh, hanya diskusi saja"

                " Diskusi 4 mata ya? " selaku lagi.

                " Yahh....begitulah, kan wajar-wajar saja. Tidak ada undang-undang Negara yang melarang kami untuk berdiskusi diruang tertutup seperti itu, lalu salah kami dimana?". Aku terpana mendengar penjelasannya, sangat logis bahkan masuk akal sekali, aku tak ingin deburan dasyat jantungku menghantam derasnya air dalam mata perihku. Aku tersenyum,senyum sinis.

              " Baiklah, kita memulai dari undang-undang Negaramu.."  sesuatu yang logis, harus diberi repulsion, agar mencapai keseimbangan, agar menjadi statis tidak ada gejolak.
    
             "Apa maksudmu? Sudahlah hal-hal begini...ini, ngga perlu dibicarakan lagi ", rupanya Bang Rino mulai gelagapan, pertanda genderang perang bakal dimulai.

                " Begini lho Bang...aku tahu, ada hadis yang mengatakan... istri yang paling baik ialah yang membahagiakan abang bila abang memandangku, yang mematuhi abang bila abang  menyuruhku, dan memelihara kehormatan diri dan harta abang bila abang tak ada, selama ini.. undang-undang agama bagian yang mana, yang aku langgar ? Heh, coba jelaskan, pelanggaran apa yang sudah aku libas, hah !? ",

             Mulai deh napsu amarahku mendaki bagian-bagian terjal ruang kosong kehidupan kami. Ya aku sebut kehidupan yang kosong, karena doa para terkasih dan para handai-tolan ketika kami ijab kabul menikah, ketika semua bermunajat dengan kata-kata indah...semoga Allah mengaruniakan berkah kepada kami (dalam hal-hal yang membahagiakan ),dan semoga Dia menganugerahkan berkah atas kami(dalam hal-hal yang tak menyenangkan), dan semoga Allah menghimpun kami berdua dalam kebaikan...akh, belum juga terwujud.

            " Sudah kukatakan, jangan membahas hal ini lagi! " teriak Bang Rino mulai galak.

            " Apakah abang berniat poligami ?! " cetusan pertanyaanku harus mengena.

            " Tidak juga ! "

            Pancinganku tidak mengena . Aku sadar, kata-kata poligami biasanya menjadi pembicaraan empuk yang menyenangkan untuk kaum lelaki, namun menjadi carut marut hidup para wanita yang enggan diganggu oleh perempuan lain. Sebetulnya aku memahami keengganan para wanita itu,kukira aku sedang mendalami proses itu, tapi entahlah. Bang Rino ternyata tidak berniat berpoligami. Padahal poligami dibolehkan oleh undang-undang, ya undang-undang agama sekalipun. Tapi masalahnya makin runyam, kalau aku sudah memergoki suamiku dengan perempuan lain yang bukan muhrimnya, berdua-duaan di kamar sebuah hotel. Mana mungkin mereka tidak berbuat. Maksudku berbuat tidak pantas.

            Dejavuku  telah kembali, Bang Rino tenggelam dalam jiwa durjanaku, kubongkar laci meja kerjanya disaat dia tak lagi disampingku, perjalanan dinasnya ke luar kota bagai memberi isyarat jiwa petualangku membongkar sebuah kasus viral seperti di televisi, di radio, bahkan di media sosial; kasus tentang perselingkuhan dalam rumah tangga.
            Astaghfirullah ! lacinya terkunci, kucoba mengotak-ngatik dengan beberapa kunci yang tergeletak di atas meja, kucoba satu kunci ternyata tidak cocok, kunci kedua kukoreh agak dalam ternyata belum berhasil juga,gundah hati menatap nanar rahasia yang terkunci, ada apa kiranya di dalam laci itu. Tanpa pikir panjang, kutorehkan ujung obeng diatas cover laci,dan..... kraaaaakk !!....berhasil, laci berhasil kubuka, barangkali ini sebuah keajaiban ,mungkin juga meja portable itu sudah tua hampir lapuk dimakan waktu. Agak keras berdegup jantungku, kubongkar semua serpihan-serpihan benda di dalam laci, ada daftar no HP, ada buku rekening tabungan di bank, ada catatan no telpon beberapa hotel, wah... ada foto si janda centil lagi berpose manis disebelah suamiku, Subhanalah degup jantungku semakin bergelora..ada juga foto Neng Yanthi bersama dua anak kembarnya sambil tersenyum manis. Juga ada beberapa kartu kredit kadaluarsa atas nama sebuah institusi yang kelak kartu inilah menjadi kunci pembuka sebagai bukti valid keretakan rumah tanggaku.             
        Hah ! begitu rumit. Menjalani hidup memang tak mudah, selalu saja datang berbagai ujian. Dan diantara ujian yang berat adalah ujian yang berkaitan dengan keluarga, aku sekarang berada dalam ketidak berdayaan, sumber masalah ada pada suamiku. Aku menjadi lemah, menatap Kitab Suci yang sedang tersenyum padaku. Ya, ku anggap Kitab itu tersenyum. Namun tidak seperti yang lampau, Kitab itu seolah tahu kesedihan hatiku, dia menatapku dengan senyum pilu. 
    
     Kubuka lembaran demi lembaran, hingga barisan tulisan indah tertangkap oleh mata basah ini.... 
      " Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akherat akan Kami tambah keuntungan itu baginya. Dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bagian pun di akherat ".
                 Tangisku terhenti, kuambil lembaran tisu tiga buah, kuhapus semua gundah gulanaku, kuhapus kedukaanku pada suami, lalu kuhapus kepedihanku atas perlakuan perempuan tak diuntung yang bernama Neng Yanthi, lalu kubangunkan kepercayaan ku pada sang Khalik...         
    "Barang siapa tujuan hidupnya adalah dunia, Sang Khalik akan mencerai-beraikan urusannya, menjadikan kefakiran di kedua pelupuk matanya, dan ia tidak mendapatkan dunia kecuali menurut ketentuan yang telah ditetapkan baginya...
    Barang siapa yang tujuan hidupnya adalah negeri akherat, Sang Khalik akan mengumpulkan urusannya, menjadi kekayaan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina." 
        Oh, indahnya rangkaian nasihat itu. Baiklah, aku tak peduli sejauh lintasan yang mereka tempuh untuk berlari dariku, aku tak peduli. Kubiarkan Bang Rino dan Neng Yanthi bersuka ria di atas kesenangan dunia. 
       Bang Rino yang dahulu kukenal sangat shaleh, juga memperhatikan kebutuhan aku dan tiga anak kami, sekarang sudah lain dan menjadi aneh. Sudah 3 bulan ia tidak  pulang ke rumah,memberi kabarpun hanya melalui message di facebook, dia mengatakan ada urusan riset yang harus diselesaikan bersama bossnya. Dia hanya memohon agar aku menjaga anak perempuan bungsu kami yang sedang sakit. Putri nama anakku, sudah lama mengidap sakit lupus, sakitnya sudah stadium lanjut, ia menderita sakit sejak duduk di kelas 6 sekolah dasar, Putri masih bertahan dengan sakitnya walau sudah menjalani sekolah hingga kelas 12 di SMA, rasa sakitnya tak pernah mengurangi keceriaan diri bahkan Putri cenderung sangat menutupi kesedihan yang dialaminya. Pernah suatu hari, ketika ia berlibur bersama ayahnya , Bang Rino suamiku, Putri memergoki ponsel ayahnya berisi foto-foto tak senonoh yang sempat dilihatnya. Bayangkan, betapa mendung kepedihan selalu dia hempaskan, lima tahun lamanya ia memendam kejadian itu tanpa pernah bercerita padaku. Hingga deja vu membongkar semuanya. Tiba-tiba ada suara telpon, suara telpon rumah berdering.

        "Hallo, selamat sore..." suara perempuan merdu mendayu menyapaku.
    
           " Ya..Assalamualaikum..dengan siapakah ini ? "

         " Waalaikumsalam, saya Eli ..bu, dari kantor cabang Bank SAT di Jakarta. " aku mulai was was, ada urusan apa sebuah Bank menelpon di senja magrib.

            "Begini bu...suami ibu adalah nasabah kami, nah kebetulan kartu kreditnya sudah jatuh tempo ", apa urusannya nih Bang Rino yang memiliki kartu sedangkan aku yang ditelpon, aku mulai bertambah was was.        

        " Mbak Eli, setahu saya Bapak Rino tidak mempunyai kartu kredit dari bank ini..masa iya sih,bapak ngga pernah bercerita kepada saya?",suara disebrang tiba-tiba agak mengencang

        " Bapak memegang kartu ini, bahkan terakhir tercatat bapak menggunakannya untuk membayar kamar hotel di Jogyakarta." kata perempuan bernama Eli itu.

        " Koq, saya ngga tahu ya? " jawaban sekenaku saja.

        " Iya, saya menginfokan ini, kebetulan saya teman Bapak ketika saya bekerja di cabang bank ,di kampus tempat bapak mengajar...",aku menghela napas agak tertahan menerima berita aneh ini.

        " Baiklah mbak...nanti saya konfirmasikan dulu dengan bapak ya..trimakasih infonya " jawaban sekenaku juga.

        " Trimakasih juga ibu, salam ya untuk bapak dari saya,karena saya sudah mengenal bapak sudah lama. Bapak orangnya baik sekali.."

        " Iya mbak, nanti saya sampaikan." kututup telpon ,rasa janggal menyeruak batinku. Aneh sekali. Amat terhenjak kulempar tubuhku pada kursi sofa butut di depan anak gadisku, Putri menatapku aneh.

        " Kunaon si mamah teh , koq uring-uringan gitu?" dia masih menatap ibunya, masih keheranan.

        " Putri...mamah ngga habis pikir, pihak bank menelpon mamah, katanya si papah mempunyai kartu kredit, dan sudah jatuh tempo pembayarannya, untuk apa ya uang segitu banyak sampai habis? " 


        " O, aku tahu..aku tahu, pemakaian uang itu "


        " Apa maksudmu Putri ?"
        

        " ya aku tahu, bahkan si papah sekarangpun ... sedang berfoya-foya dengan si tante centil yang aku lihat wajahnya di ponsel papah,aku juga mengetahuinya"

        "Hah !   Sungguhan Putri?!",dejavuku melayang jauh menuju ke sebuah tempat di ibukota negara tetangga, tepat satu hari sebelum  tahun baru masehi, tempat dimana Putri anakku memergoki beberapa foto syurr..pada handphone ayahnya, dan itu sudah berlangsung lama sekali, ya lumayan lama untuk ukuran Putri, sudah hampir lima tahun ia merahasiakan penemuannya itu, dengan keteguhannya Putri tidak menceritakannya kepada siapapun, walau kepada aku,ibunya.

        " Apa yang kau lihat itu Putri?"

        " Seorang tante muda, tanpa sehelai benang.." Putri menyeringai.

        Aku tercengang, kaget bukan kepalang.

        "... telanjang ???", 

        " Hi, hi, kenapa mah ?"

        " Mengapa kamu baru menceritakan ini,  mengapa ?"

        " ..emang enak melihat mamah uring-uringan..?"

        O, masya Allah, anakku ini, lima tahun rahasia ayahnya tidak dibuka.Betapa hebatnya Putri, menahan sesak yang tertanggungi olehku dalam kesendirian.  

        " Ingat ya mah, ini bukan cerita sinetron seperti di televisi, apapun kejadiannya,barangsiapa menutupi aib seseorang sewaktu di dunia, Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat.", kuraih tubuh kurus Putri, kupeluk erat tak ingin melepaskannya.


        


        
 




       istirahat dulu...         

                

No comments:

Post a Comment

yang sering liat

Wijaya Kusumah itu...bermanfaat lho..

Coba cek lagi manfaat wijaya kusumah yang warnanya putih :  Bantu Menyembuhkan Luka Bunga wijaya kusuma diketahui mampu membantu proses peny...

yang sering nongol