Translate

Showing posts with label Fiksi: Cerpen. Show all posts
Showing posts with label Fiksi: Cerpen. Show all posts

Friday, August 20, 2021

Cerita Bersambung : deja vu 2

Jebakan Dunia


        Langit-langit rumah berwarna putih mulai memudar dari pandanganku. Tubuhku terbujur perih dibawah naungan kemilau lampu ruang tamu. Tak kuasa aku menahan pedih bahkan untuk berkeluh kesah sekalipun. Aku mulai pasrah. Aku hanya dapat bergumam tanpa pilu, sambil memandangi Bang Rino tanpa ekspresi wajah marah atau senang.


                " Baiklah,silahkan  abang ceritakan.." aku mulai membuka pembicaraan setibanya kami di rumah, kebetulan anak-anak entah dimana,kebetulan rumah sepi.

                " Cerita yang mana ?" pura -pura tidak mengerti si abang.

                " Konfirmasi aja..." selaku.

                " Oh, tentang Neng Yanthi.  Ngga ada apa-apa, kami hanya berteman saja." begitu yakin Bang Rino memberi kejelasan yang tidak jelas untukku.

                " Berteman saja, koq berdua-dua di hotel.."

                " Kami dihotel tidak berbuat yang aneh, hanya diskusi saja"

                " Diskusi 4 mata ya? " selaku lagi.

                " Yahh....begitulah, kan wajar-wajar saja. Tidak ada undang-undang Negara yang melarang kami untuk berdiskusi diruang tertutup seperti itu, lalu salah kami dimana?". Aku terpana mendengar penjelasannya, sangat logis bahkan masuk akal sekali, aku tak ingin deburan dasyat jantungku menghantam derasnya air dalam mata perihku. Aku tersenyum,senyum sinis.

              " Baiklah, kita memulai dari undang-undang Negaramu.."  sesuatu yang logis, harus diberi repulsion, agar mencapai keseimbangan, agar menjadi statis tidak ada gejolak.
    
             "Apa maksudmu? Sudahlah hal-hal begini...ini, ngga perlu dibicarakan lagi ", rupanya Bang Rino mulai gelagapan, pertanda genderang perang bakal dimulai.

                " Begini lho Bang...aku tahu, ada hadis yang mengatakan... istri yang paling baik ialah yang membahagiakan abang bila abang memandangku, yang mematuhi abang bila abang  menyuruhku, dan memelihara kehormatan diri dan harta abang bila abang tak ada, selama ini.. undang-undang agama bagian yang mana, yang aku langgar ? Heh, coba jelaskan, pelanggaran apa yang sudah aku libas, hah !? ",

             Mulai deh napsu amarahku mendaki bagian-bagian terjal ruang kosong kehidupan kami. Ya aku sebut kehidupan yang kosong, karena doa para terkasih dan para handai-tolan ketika kami ijab kabul menikah, ketika semua bermunajat dengan kata-kata indah...semoga Allah mengaruniakan berkah kepada kami (dalam hal-hal yang membahagiakan ),dan semoga Dia menganugerahkan berkah atas kami(dalam hal-hal yang tak menyenangkan), dan semoga Allah menghimpun kami berdua dalam kebaikan...akh, belum juga terwujud.

            " Sudah kukatakan, jangan membahas hal ini lagi! " teriak Bang Rino mulai galak.

            " Apakah abang berniat poligami ?! " cetusan pertanyaanku harus mengena.

            " Tidak juga ! "

            Pancinganku tidak mengena . Aku sadar, kata-kata poligami biasanya menjadi pembicaraan empuk yang menyenangkan untuk kaum lelaki, namun menjadi carut marut hidup para wanita yang enggan diganggu oleh perempuan lain. Sebetulnya aku memahami keengganan para wanita itu,kukira aku sedang mendalami proses itu, tapi entahlah. Bang Rino ternyata tidak berniat berpoligami. Padahal poligami dibolehkan oleh undang-undang, ya undang-undang agama sekalipun. Tapi masalahnya makin runyam, kalau aku sudah memergoki suamiku dengan perempuan lain yang bukan muhrimnya, berdua-duaan di kamar sebuah hotel. Mana mungkin mereka tidak berbuat. Maksudku berbuat tidak pantas.

            Dejavuku  telah kembali, Bang Rino tenggelam dalam jiwa durjanaku, kubongkar laci meja kerjanya disaat dia tak lagi disampingku, perjalanan dinasnya ke luar kota bagai memberi isyarat jiwa petualangku membongkar sebuah kasus viral seperti di televisi, di radio, bahkan di media sosial; kasus tentang perselingkuhan dalam rumah tangga.
            Astaghfirullah ! lacinya terkunci, kucoba mengotak-ngatik dengan beberapa kunci yang tergeletak di atas meja, kucoba satu kunci ternyata tidak cocok, kunci kedua kukoreh agak dalam ternyata belum berhasil juga,gundah hati menatap nanar rahasia yang terkunci, ada apa kiranya di dalam laci itu. Tanpa pikir panjang, kutorehkan ujung obeng diatas cover laci,dan..... kraaaaakk !!....berhasil, laci berhasil kubuka, barangkali ini sebuah keajaiban ,mungkin juga meja portable itu sudah tua hampir lapuk dimakan waktu. Agak keras berdegup jantungku, kubongkar semua serpihan-serpihan benda di dalam laci, ada daftar no HP, ada buku rekening tabungan di bank, ada catatan no telpon beberapa hotel, wah... ada foto si janda centil lagi berpose manis disebelah suamiku, Subhanalah degup jantungku semakin bergelora..ada juga foto Neng Yanthi bersama dua anak kembarnya sambil tersenyum manis. Juga ada beberapa kartu kredit kadaluarsa atas nama sebuah institusi yang kelak kartu inilah menjadi kunci pembuka sebagai bukti valid keretakan rumah tanggaku.             
        Hah ! begitu rumit. Menjalani hidup memang tak mudah, selalu saja datang berbagai ujian. Dan diantara ujian yang berat adalah ujian yang berkaitan dengan keluarga, aku sekarang berada dalam ketidak berdayaan, sumber masalah ada pada suamiku. Aku menjadi lemah, menatap Kitab Suci yang sedang tersenyum padaku. Ya, ku anggap Kitab itu tersenyum. Namun tidak seperti yang lampau, Kitab itu seolah tahu kesedihan hatiku, dia menatapku dengan senyum pilu. 
    
     Kubuka lembaran demi lembaran, hingga barisan tulisan indah tertangkap oleh mata basah ini.... 
      " Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akherat akan Kami tambah keuntungan itu baginya. Dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bagian pun di akherat ".
                 Tangisku terhenti, kuambil lembaran tisu tiga buah, kuhapus semua gundah gulanaku, kuhapus kedukaanku pada suami, lalu kuhapus kepedihanku atas perlakuan perempuan tak diuntung yang bernama Neng Yanthi, lalu kubangunkan kepercayaan ku pada sang Khalik...         
    "Barang siapa tujuan hidupnya adalah dunia, Sang Khalik akan mencerai-beraikan urusannya, menjadikan kefakiran di kedua pelupuk matanya, dan ia tidak mendapatkan dunia kecuali menurut ketentuan yang telah ditetapkan baginya...
    Barang siapa yang tujuan hidupnya adalah negeri akherat, Sang Khalik akan mengumpulkan urusannya, menjadi kekayaan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina." 
        Oh, indahnya rangkaian nasihat itu. Baiklah, aku tak peduli sejauh lintasan yang mereka tempuh untuk berlari dariku, aku tak peduli. Kubiarkan Bang Rino dan Neng Yanthi bersuka ria di atas kesenangan dunia. 
       Bang Rino yang dahulu kukenal sangat shaleh, juga memperhatikan kebutuhan aku dan tiga anak kami, sekarang sudah lain dan menjadi aneh. Sudah 3 bulan ia tidak  pulang ke rumah,memberi kabarpun hanya melalui message di facebook, dia mengatakan ada urusan riset yang harus diselesaikan bersama bossnya. Dia hanya memohon agar aku menjaga anak perempuan bungsu kami yang sedang sakit. Putri nama anakku, sudah lama mengidap sakit lupus, sakitnya sudah stadium lanjut, ia menderita sakit sejak duduk di kelas 6 sekolah dasar, Putri masih bertahan dengan sakitnya walau sudah menjalani sekolah hingga kelas 12 di SMA, rasa sakitnya tak pernah mengurangi keceriaan diri bahkan Putri cenderung sangat menutupi kesedihan yang dialaminya. Pernah suatu hari, ketika ia berlibur bersama ayahnya , Bang Rino suamiku, Putri memergoki ponsel ayahnya berisi foto-foto tak senonoh yang sempat dilihatnya. Bayangkan, betapa mendung kepedihan selalu dia hempaskan, lima tahun lamanya ia memendam kejadian itu tanpa pernah bercerita padaku. Hingga deja vu membongkar semuanya. Tiba-tiba ada suara telpon, suara telpon rumah berdering.

        "Hallo, selamat sore..." suara perempuan merdu mendayu menyapaku.
    
           " Ya..Assalamualaikum..dengan siapakah ini ? "

         " Waalaikumsalam, saya Eli ..bu, dari kantor cabang Bank SAT di Jakarta. " aku mulai was was, ada urusan apa sebuah Bank menelpon di senja magrib.

            "Begini bu...suami ibu adalah nasabah kami, nah kebetulan kartu kreditnya sudah jatuh tempo ", apa urusannya nih Bang Rino yang memiliki kartu sedangkan aku yang ditelpon, aku mulai bertambah was was.        

        " Mbak Eli, setahu saya Bapak Rino tidak mempunyai kartu kredit dari bank ini..masa iya sih,bapak ngga pernah bercerita kepada saya?",suara disebrang tiba-tiba agak mengencang

        " Bapak memegang kartu ini, bahkan terakhir tercatat bapak menggunakannya untuk membayar kamar hotel di Jogyakarta." kata perempuan bernama Eli itu.

        " Koq, saya ngga tahu ya? " jawaban sekenaku saja.

        " Iya, saya menginfokan ini, kebetulan saya teman Bapak ketika saya bekerja di cabang bank ,di kampus tempat bapak mengajar...",aku menghela napas agak tertahan menerima berita aneh ini.

        " Baiklah mbak...nanti saya konfirmasikan dulu dengan bapak ya..trimakasih infonya " jawaban sekenaku juga.

        " Trimakasih juga ibu, salam ya untuk bapak dari saya,karena saya sudah mengenal bapak sudah lama. Bapak orangnya baik sekali.."

        " Iya mbak, nanti saya sampaikan." kututup telpon ,rasa janggal menyeruak batinku. Aneh sekali. Amat terhenjak kulempar tubuhku pada kursi sofa butut di depan anak gadisku, Putri menatapku aneh.

        " Kunaon si mamah teh , koq uring-uringan gitu?" dia masih menatap ibunya, masih keheranan.

        " Putri...mamah ngga habis pikir, pihak bank menelpon mamah, katanya si papah mempunyai kartu kredit, dan sudah jatuh tempo pembayarannya, untuk apa ya uang segitu banyak sampai habis? " 


        " O, aku tahu..aku tahu, pemakaian uang itu "


        " Apa maksudmu Putri ?"
        

        " ya aku tahu, bahkan si papah sekarangpun ... sedang berfoya-foya dengan si tante centil yang aku lihat wajahnya di ponsel papah,aku juga mengetahuinya"

        "Hah !   Sungguhan Putri?!",dejavuku melayang jauh menuju ke sebuah tempat di ibukota negara tetangga, tepat satu hari sebelum  tahun baru masehi, tempat dimana Putri anakku memergoki beberapa foto syurr..pada handphone ayahnya, dan itu sudah berlangsung lama sekali, ya lumayan lama untuk ukuran Putri, sudah hampir lima tahun ia merahasiakan penemuannya itu, dengan keteguhannya Putri tidak menceritakannya kepada siapapun, walau kepada aku,ibunya.

        " Apa yang kau lihat itu Putri?"

        " Seorang tante muda, tanpa sehelai benang.." Putri menyeringai.

        Aku tercengang, kaget bukan kepalang.

        "... telanjang ???", 

        " Hi, hi, kenapa mah ?"

        " Mengapa kamu baru menceritakan ini,  mengapa ?"

        " ..emang enak melihat mamah uring-uringan..?"

        O, masya Allah, anakku ini, lima tahun rahasia ayahnya tidak dibuka.Betapa hebatnya Putri, menahan sesak yang tertanggungi olehku dalam kesendirian.  

        " Ingat ya mah, ini bukan cerita sinetron seperti di televisi, apapun kejadiannya,barangsiapa menutupi aib seseorang sewaktu di dunia, Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat.", kuraih tubuh kurus Putri, kupeluk erat tak ingin melepaskannya.


        


        
 




       istirahat dulu...         

                

Thursday, August 12, 2021

Cerita Bersambung : deja vu 1

 

Di hotel melati






        Pagi ini ada yang tak lazim. Bunga phalaenopsis amabilis yang selalu bersemayam entah dimana, menyeruak menyelimuti halaman hotel pagi ini. Warnanya yang ungu seronok sebenarnya menjadi pandangan yang biasa-biasa saja buat seorang pelakor muda yang terlihat kerèn ini. Ya, pelakor yang tidak begitu cantik  ini namun menyandang dosen penuh prestise di kampusnya, sungguh sangat menyebalkan untuk aku pandang di dalam episode dunia dejavuku.  Walau apapun kesalahan kecil sudah tidak bercokol dalam benak sanubarinya, batu hitam besar sekalipun akan di tembusnya dengan menghantamnya menggunakan palu gada hasil sepuhan dukun santet asli dari Jogya...masya Allah.  Aku masih menatap mood orchid penuh pesona sambil hati ini menatap penuh emosi pada sang pelakor. Kujalani ritme-ritme dejavu ini, guncangan dan aroma sindromnya tidak beda kalau kita sedang menonton film inception, kala itu inception membahas petualangan sang pencuri pikiran, kali ini inception membahas petualangan sang pencuri hati suami. Aku paham, ini bagian yang paling viral dalam kehidupan para emak-emak yang sedang patah hati.  Aku saat sekarang sedang berada dalam sebuah proyek besar, proyek menyelidiki sang pelakor, seorang wanita muda, status janda dengan dua anak kembar, pas banget !


    Hamparan bunga anggrek ungu dan putih menghiasi pandanganku sekarang , kelupasan cat kemerahan mengotori koridor depan pintu kamar hotel suamiku, ia bersama sang pelakor yang semua orang memanggilnya dengan sebutan  Neng Yanthi, baru saja masuk ke dalam kamar hotel setelah menikmati udara pagi sambil melemparkan pandangan ke seluruh penjuru dari tempat mereka berpijak. Aku yakin, mereka selalu waspada, jangan-jangan ada sepasang mata menatap mereka lalu melaporkan semua kejadian kepada aku.

    "Ayolah, kita istirahat di dalam saja, jangan berlama-lama diluar" celetuk Bang Rino,suamiku, sambil merangkul lingkaran pundak Neng Yanthi, lalu menariknya segera ke dalam kamar. Sudah semalaman mereka disitu sejak mendarat dari Kuala Lumpur untuk mengikuti seminar seminggu dikampus cukup terkenal di kota itu. Lha koq bisa ? ya bisa...mereka sedang merayakan kemenangan dengan gaya mereka.

        Segala sesuatunya telah disiapkan. Kupandangi sekitaranku. Mengapa aku bisa sampai ditempat seperti ini ? Disebuah hotel kelas melati, tidak jauh dari bandara, ya koq bisa aku menemukannya. 
         Karena aku telah lama kehilangan buku catatan nikah atas nama milik suamiku. Buku itu hilang ditelan lautan luas, bukan lagi di bumi. Bumi sudah kugali sedalam-dalamnya namun kabar mengatakan buku catatan itu berada dilautan lepas, entah dibagian mana. Kabar mengatakan pula, aku tak perlu mencarinya, lepaskan, dia sudah berganti nama, ya namaku berganti menjadi Neng Yanthi pada buku catatan nikah itu.  aku melihatnya sendiri ketika Custumer Service hotel memperlihatkan padaku.  Jadi yang selama ini dikatakan Bang Rino jika ia selalu menjalani tugas kampus mengikuti seminar di dalam dan di luar negri atau mendapat jatah beasiswa ke luar , begitulah  semua hanya alibi demi merayakan kesenangan sesaat di dunia. Mereka tidak menikah resmi, juga tidak menikah siri, akh yang benar saja ? Suerr..pasti banyak kalangan menyangsikan sesuatu yang nista, lalu bagaimana dengan bukti fisik surat nikah dengan label foto Neng Yanthi? Yah...jaman digital sekarang ,mudah mengantarkan cinta yang menggelora meski hari penuh aral tanpa lindungan Allah SWT. 

    Mampukah aku menahan amarah,menghadang kesedihan,bahkan menyibak keputus-asaan,menggantikan belahan jiwaku yang direnggut oleh sang durjana? Perlahan kubuka lembaran-lembaran suci, cengkraman ayat mengeluarkan sensasi dingin,hatiku menjadi beku, hawa dingin menyusup bak gerakan siput perlahan menghantui nalarku, ayat-ayat itu sudah menghujam dalam,sakit sekali.......
   "Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama (hukum) Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian; dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman". Sekejap saja, tafsiran kalam itu membuat jiwa dan raga ini terhenjak, ya Allah...adakah cara menahan beban berat ini?

            Jadi sudah lebih dari lima tahun, Bang Rino mengelabui aku dan anak-anak, sudah selama itu ia bermain dengan janda efek cerai itu,entah karena suka atau karena terjebak dunia kampus yang semakin bebas dimasa kini.  Bayangkan saja, Neng Yanthi adalah sosok dosen perempuan yang pintar, luwes bergaul, bahkan seronoknya berpakaian selalu memperlihatkan belahan dada, semburatnya akan menarik tatapan laki-laki ditambah rayuan lemah lembut nada bicaranya menjadi kunci sukses dia bermain dengan kebanyakan laki-laki. Dalam dunia dejavuku dia perokok berat,suka memuas-muas diri dengan gaya selebriti, walau kuselidiki dia tidak mampu menjalankan misinya sebagai wanita idaman. Dua anak kembarnya selalu dijadikan umpan untuk memoroti setiap laki-laki yang diincarnya. Wajar sekali, tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam hal bermaksiat kepada Khaliq, justru kasus pada perempuan satu ini bagai anomali yang menohok hampir semua perempuan normal. Neng Yanthi berkata dia sebal dengan suaminya yang bekerja serabutan di sebuah mall besar dikotanya, hanya karena sebal begitu dia sanggup menceraikan suaminya, dengan gagahnya Neng Yanthi berhasil hidup dan menghidupi dua anaknya sendirian saja. Toh tak seberapa lama, rontok juga semangat mandirinya. Dia butuh teman tempat berkeluh-kesah,teman yang menghapus semua kegalauan hatinya. Secepat angin menerpa semua sendi kehidupan, sesingkat debu menutupi wajahku, tamparan yang keras, Bang Rino...sekarang sudah dalam cengkeraman perempuan laknat itu. Uih, aku katakan laknat, karena dia sudah menutup semua pintu hati kami. Semua di rumahku merasakan sakitnya ditipu dan diremehkan oleh seorang bapak yang seharusnya menjadi teladan di kehidupan kami. Bahkan anak perempuan bungsuku jatuh sakit, sakit parah yang tidak memberi peluang kesembuhan, kesedihan yang menghujam cukup membuatnya jatuh di kedalaman, aku merasakan hidupnya tak ada semangat. Kelak, dikehidupan masa depanku, anakku pergi meninggalkan dunia fana ini, efek dari kekacauan yang ditimbulkan si Neng Yanthi. Dasar perempuan pembawa sial.

        Bunga phalaenopsis amabilis ungunya masih merona, kuberanikan diri mengetuk pintu kamar hotel kelas melati ini. 

       Tok !   Tok ! Tok !  masih sepi, malah tambah sunyi. 

        Kuberanikan lagi mengetuk pintu kamar hotel kelas melati ini.

        Tok !  Tok !  Tok !  masih sepi juga, malah tambah sepi juga.

        Entah apa yang ada dalam benak kedua sejoli yang terpergok di dalam kamar.  Kutebak saja... Begitu mendengar suara ketukan, Neng Yanthi dan Bang Rino kagetnya luar biasa, ada apa pula orang mengetuk pintu selesai acara sarapan, Bang Rino membuka pintu. Sekejap pula kembali ditutupnya pintu sambil memberi isyarat kepada Neng Yanthi, ditepisnya tubuh perempuan itu, 

        " Istriku datang..., sembunyi, cepat sembunyi ! "

        " Hah, istrimu ? "

        " Iya ! ayo sembunyi di toilet, cepat ! "

        Enaknya dua makhluk tak tahu diuntung ini ,harus ku apakan ya? Beruntung aku lupa membawa pisau, atau golok, atau silet, atau apa lah yang bisa dijadikan alat melampiaskan amarah durjanaku. Selintas anggrek bulan ungu tadi mengilhami sebuah renungan, ayolah ! kita diperintahkan untuk menebarkan salam, jangan lupa untuk menyampaikan salam !

        " Assalammualaikum, Bang. Apakabarnya? "

        " Mau ngapain kamu ke sini, siapa yang memberi tahu aku ada disini ?

        " Eh, bukannya menjawab salamku, malah ngambeg ngga jelas..." selaku.

        " Apa maksudnya kamu kesini? " 

        " Suka-suka dong...dengan siapa Abang disini ?"

        " Sendiri saja"

        " Sendiri, koq itu ada sepatu cewek..." sudut pandangku kuarahkan pada sepatu sandal warna pink di pojok kamar. Keributan tidak terelakkan.  Wajah Bang Rino pucat pasi,panik yang luar biasa membuatnya mendorong tubuhku keluar kamar, aku terjatuh, semua terlihat gelap. Penglihatanku perlahan memudar, namun lengan kaku ini dengan sigap menahan beban tubuhku. Aku terjatuh namun ditahan seorang satpam,  rupanya pihak hotel sudah mengindikasikan sesuatu bakal terjadi. 

        " Ibu siapa ? Ada yang bisa saya bantu ? " sela pak Satpam.
        
        " Saya istrinya bapak yang ada dikamar no 5 ini " telunjukku menghadap pintu kamar.

        " Ohhh...bapak Rino ini dari kemaren sudah bermalam bersama istrinya,apakah ibu istri tuanya ? Maaf ya bu, sebaiknya ibu menghindar dulu dari sini, kuatir tamu lain  komplain kepada kami " dengan kalemnya Pak Satpam menjulurkan tangan mengajakku, kutepis tanpa ragu ajakannya. Rupanya wajahku tidak bisa menutupi usia tuaku.

        " Ya, sebaiknya kamu pulang saja, nanti kita bicarakan masalahnya di rumah , sayang..." suamiku menyela pula.  "Sayang, sayang, sayang...beraninya kau menyebut kata sayang, sambil memelihara pelakor dibelakangku", teriak kerasku tapi dalam hati.

        Dejavuku terus mengembara, suamiku kembali kekamar hotel, sang pelakor keluar dari persembunyiannya. 

        " Kaget sekali aku, dapat info darimana perempuan tua itu bisa sampai kemari ?" desahnya sambil berasa lega banget. Neng Yanthi tampak pasang wajah puas didepan suamiku.

            " Pasti info dari si Putri, anak ini memang sangat mencurigaiku baru-baru ini"

          " Koq, bisa. Memang bagaimana kejadiannya? " tanya Neng Yanthi, gaya bertanyanya sudah mirip pemeran pelakor di film-film  drakor yang disiarkan di Trans TV. Mungkin saja dia terinspirasi menjadi pelakor akibat terlalu banyak menonton drama Korea. Payah juga itu film."

        "...kamu ingat ngga, sewaktu kita sedang main disebuah hotel di Jogya?"

        " Ya, memang kenapa ? "

        " Foto-fotomu yang dikamera tanpa sengaja dilihat oleh Putri"

        " Masa iya sih...masalahnya apa?"

        " Masalahnya...maaf, saat difoto, kamu tanpa busana.."

        " Hah.. tanpa busana????"

        " Begitu.." 

        Gubrak!! brak...brak, tiba-tiba saja Neng Yanthi, menjatuhkan diri,dan menangis sejadi-jadinya.

        Dari kejauhan terdengar lantunan ayat suci dari sebuah mesjid ,sayup terdengar di hotel , menyusup jauh kesanubari Bang Rino,bahkan aneh sekali, saat itu  Bang Rino mampu memahaminya...." Hai, orang-orang yang beriman,peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.."






(bersambung) 

Monday, August 2, 2021

Cerpen : Temanku dari Adelaide

 


Temanku dari Adelaide

Oleh : Irawati Sukarmadji

Adelaide adalah ibu kota dan kota terbesar di negara bagian South Australia, Adelaide adalah sebuah kota pesisir di Samudra Selatan. Penduduknya berjumlah 1.500.000 jiwa (perkiraan saja) dan luas wilayah metropolitan Adelaide adalah 870 km². Dari segi populasi, Adelaide adalah kota terbesar kelima di Australia. Adelaide terletak di Hamparan Adelaide, di sebelah utara Semenanjung Fleurieu, di antara Teluk St. Vincent dan Barisan Pegunungan Mount Lofty. Namanya berasal dari nama Ratu Adelaide, istri Raja William IV.Info ini aku ambil dari wikipedia. Sebegitu luas dan banyak penduduknya, namun aku hanya mengenal beberapa gelintir orang saja. Mengenal disini berarti aku suka berbincang-bincang dengan mereka yang aku kenal; sudah pasti aku tidak mengenal istri Raja William IV, tetapi aku sangat mengenal William temanku yang menjadi anak ke empat dari keluarga di Adelaide, yang bermukim di kawasan pedesaan Hahndorf , sebuah pemukiman Jerman di Adelaide Hills. Aku tidak begitu paham, mengapa William bermukim pada lokasi komunitas orang-orang Jerman, padahal dari segi fisik, dia lebih mirip orang Indonesia, bahkan wajahnya seperti orang Sunda kebanyakan. Bahkan aku sangat terpesona dengan logat bicaranya, William bisa berbahasa Sunda,  sangat lekoh dan nyunda banget. Ternyata William adalah seorang Sunda tulen yang kesasar di Hahndorf  karena dia dipungut sebuah keluarga Jerman yang sudah lama pindah ke Adelaide. William dipungut ketika berumur 12 tahun, karena dia telah menjadi yatim piatu.

Aku bertemu dengan William secara tidak sengaja di King William Road,tepatnya di Victoria Square dekat Kantor Pos Umum Adelaide. Waktu itu rombonganku sedang mengantar Pak  Dachyar yang ingin membeli perangko bekas di Kantor Pos, maklum saja, ketua rombongan yang bernama Pak Dachyar itu adalah anggota Perkumpulan Filatelis Indonesia. Melalui William, Pak Dachyar memperoleh banyak jenis perangko Australia. Ternyata William juga seorang pengepul perangko bekas Australia. Aku langsung akrab dengan William, dia adalah laki-laki paruh baya dengan kepribadian yang menarik.

Pertemuan pertama dengannya penuh dengan perbincangan menarik dan sedikit aneh.

” Hai Teteh, ada kegiatan apakah sehingga kalian datang ke Adelaide ?”, waktu itu William bertanya dengan insting ramahnya kepada rombonganku.

” Kami sedang mengikuti program study administrator untuk guru- guru dari Bandung”,jawabku disambut dengan wajah polosnya William.

”Oh, kalian berdua adalah guru kan ? Pantas saja bawaan kalian buku-buku tebal”, aku juga menjadi memasang wajah polos dan memandang heran ke buku-buku hasil workshop hari itu. Aku sendiri bingung, William itu berbicaranya... koq menggunakan bahasa Indonesia,  dia sama sekali tidak berbicara dengan logat bahasa Australia.

”Ya, kami semua guru. Kebetulan Pak Dachyar , ketua rombongan kami, sedang mencari perangko dari Australia,kami mengantar beliau, kami sekalian akan menuju Central Market”. Sambil berjalan, kami mengobrol ngaler-ngidul. Sebelum itu, jelas aku mengenalkan diriku pada William, bahwa namaku Anita Kusumawati. Dan William memperkenalkan dirinya dengan nama William saja. Aku rasa William lama tinggal di Jawa Barat,namun dugaanku salah besar.  Sampai umur 12 tahun William tinggal bersama keluarganya di Bandung, sejak menjadi yatim piatu, setelah itu dia tinggal bersama keluarga angkatnya di Australia. Aku tidak begitu peduli dengan asal-usulnya, aku lebih tertarik dengan semua cerita tentang perjalanan rohaninya yang sangat menginspirasiku.

Selama 3 minggu di Adelaide, kami sering bertemu dan berbincang-bincang.

” Kau lihat puncak spektakuler Gereja Katolik Roma St. Francis Xavier di hadapan kita itu ? ” sela William suatu sore ketika kami sedang duduk-duduk di sekitar taman.

” Indah sekali bangunan kuno itu ” jawab Pak Dachyar.

” Indah di luar, namun aku sering melihat Jin berkeliaran di dalamnya” kata William dingin.

” Jin-jin itu bekerja di bawah pengawasan Jin paling cerdas yang bernama Jin Ijul...” kami tertawa mendengar ocehannya.

” Ha ha..memang mereka dapat kau lihat dengan matamu ” kataku sedikit mengejek.

” Serius Anita, aku bahkan pernah dikejar-kejar oleh Jin Ijul, hanya karena dia jatuh cinta padaku”, sela William dengan penuh permintaan agar dipercaya.

” Cerita ngawur...” sela Pak Dachyar.

” Jangan-jangan kau ini sebenarnya bukan manusia, tapi bangsa Jin yang sedang menyamar menjadi manusia. Kami tertawa semua. Namun William hanya tersenyum.

William bercerita, biasanya sehabis bekerja ia sering berkunjung ke Gereja St.Francis Xavier hanya untuk melepas penat di hati, William ternyata seorang penganut Katolik Roma yang lumayan taat. William melanjutkan ceritanya. Katedral St Francis Xavier berada tepat di pusat Kota Adelaide.Katedral ini didedikasikan untuk santa misionaris Yesuit Spanyol abad ke-16 yang juga merupakan pelindung Gereja di Australia dan pelindung uskup pertama yang bernama  Francis Murphy. Pembangunan awal dimulai pada tahun 1851 dan telah terjadi berbagai tahap aktivitas menuju pemasangan menara pada tahun 1996. Gedung Katedral mulai digunakan pada tahun 1851, menjadikannya katedral tertua di Australia.” Makanya  penghuninya juga banyak yang sudah lanjut, termasuk Jin Ijul.”

Katedral biasanya tempat yang paling banyak  kesibukan dengan beberapa Misa harian, Rosario dan pengakuan serta pernikahan, pembaptisan dan pemakaman. Gereja ini merupakan  Katedral sekaligus gereja paroki, jadi biasanya ada banyak acara diosesan dan paroki yang diadakan di sini. William terus bercerita, aku dan Pak Dachyar berpura-pura mengerti. Tadinya aku mengira William adalah seorang pendatang muslim dari Bandung. Ternyata dugaanku salah, William sudah lama menjadi seorang Katolik sejak diadopsi oleh keluarga Jermannya. Sudah pasti selama di komunitas Hahndorf , meski ia seorang Muslim pasti ia akan diajak untuk menjadi Katolik. Wajar saja, itu hak orangtua angkatnya,karena saat itu William masih kanak-kanak.

Semakin kami intens berteman dengan William, aku dan Pak Dachyar semakin tertarik dengan cerita Jin Ijul ocehannya.

” Sebetulnya bagaimana sih...kau memahami kehidupan makhluk ini ?” tanya Pak Dachyar, seperti ingin menguji pengetahuan William.

”Yahh..kalau manusia memiliki spektrum dari warna merah hingga ungu, mereka berada pada posisi spektrum infra merah keatas, atau bahkan ultra violet ke bawah”, aku masih bingung dengan penjelasan ini. Setahuku makhluk ciptaan Allah itu ada beberapa, seperti Malaikat, Bidadari, Iblis, Jin, Manusia, Binatang, dan Tumbuhan. Sedangkan manusia hanya dapat melihat apa yang meliputi spektrum cahaya merah hingga ungu, seperti yang diceritakan William,ini mungkin saja bisa diterima oleh logika manusia. Tetapi, bagaimana penjelasannya bahwa William dapat melihat dengan kasat mata jin yang bermukim di gereja, asyiknya lagi...William dapat melihat jin yang berjenis kelamin perempuan ,yang bernama Ijul. Kenyataannya William tidak sedang kesurupan.

Dalam pelajaran agama ,setahuku manusia yang dapat berinteraksi dengan jin biasanya orang-orang dalam kondisi lemah mental, kondisi kejiwaannya kurang stabil, bahkan sosok yang sedang kesurupan umumnya orang yang dikerjain oleh jin. Ini sungguh lain, William adalah sosok manusia, walau dia memiliki penglihatan normal, dia bercerita terkadang melihat hal-hal klenik, terutama yang berkaitan dengan tingkah laku Ijul. Ijul yang dia maksud, siapa lagi kalau bukan sosok cantik di seputar gereja tua. ”Ijul pasti usianya sudah ribuan tahun”, sela William.

” Apakah kau tidak takut pada Ijul”, kataku disuatu perbincangan.

” Tidak, namun kadang-kadang muncul juga perasaan semacam itu. Aku takut bila Ijul mendekatiku dengan maksud yang aku sendiri tidak mengetahuinya”, William seperti merasakan ketakutan yang misterius,aku bisa merasakannya dari tatapan matanya yang melolong seperti burung hantu yang kehabisan tenaga. Seharusnya William tidak perlu mengalami kejadian begini,seandainya pengetahuannya tentang hal-hal mistis setara dengan orang-orang Soleh  yang ada di buku-buku cerita, seperti yang pernah aku baca. Aku merasakan adanya Khauf Wahmi, semacam ketakutan yang tidak ada atau lemah , dan  dialami oleh William. Perasaan takut bagiku, mungkin juga buat Pak Dachyar adalah takut kepada Allah ,takut boleh jadi merupakan  ibadah hati yang harus ada dalam hati seorang muslim dan muslimah yang mukallaf (yang dibebani syari’at). Takut yang diharapkan itu  adalah takut yang mendorong pelakunya untuk melakukan ketaatan kepada Allah dan menjauhi keharaman. Sedangkan takut yang menyebabkan pelakunya putus asa dari rahmat Allah adalah takut yang tercela. Jadi takut yang benar haruslah bergandengan dengan harapan-harapan yang benar.

“Apakah kau mempunyai harapan pada Ijul mu itu?” tanyaku untuk memastikan tingkat ketauhidan si William. Meski ini berlebihan, namun aku harus memahami betul apa yang ada dibenak William, meski ia tidak mengucapkan kata-kata harapan pertolongan, tapi sesungguhnya ia terjebak dalam dilemma dirinya sendiri. Aku sudah tahu dengan jawaban temanku ini. Sudah kuduga dia tidak memiliki deskripsi yang jelas tentang jin Ijulnya itu. Gereja, jin, dan hiruk pikuk kota Adelaide yang semakin dingin pada malam-malam tertentu, semakin membuat temanku William terjebak dalam dunianya sendiri.

Aku mencoba mencari arti dari Ijul dalam kamus, namun tak terjawab. Apa yang ada dalam penjelasan William mengenai sosok Ijul, barangkali  menjadi legenda dibenaknya. William menjelaskan bahwa Ijul adalah dewanya orang-orang Kaurna yang hidup dipedalaman, dengan berkembangnya penganut Katholik di Adelaide, maka Ijulpun merasuk ke gereja-gereja seperti jin-jin muslim merasuk ke masjid-mesjid. Aku semakin tidak mengerti dengan pola pikir William. Pola pikir yang terdistorsi tentang harapan-harapan. Manusia memang mudah terjebak dengan harapan palsu. Yang detil sekalipun.

“ Sebaiknya kau tinggalkan Ijulmu itu ,dengan cara banyak belajar. Bergurulah kepada kami.” Pak Dachyar juga ingin mengutarakan semua kesamaan perasaannya.

“ Ketakutanku masih bisa aku kuasai,Pak.” Sela William.

“Sekarang bisa kau kuasai. Nanti, ke depan…kau akan kelimpungan sendiri. Hidup tidak sebatas hanya lingkup dunia yang sepenggal-penggal”.Pak Dachyar menjelaskan kriteria hidup.

“ Iya betul, tidak sebatas dunia filateli Pak Dachyar.” ujarku sambil ngakak.

“Maksudku, semua akan ada dampaknya. Bila Pak Dachyar suka akan koleksi perangkonya, so pasti dia bisa menjelajah dunianya dengan perantara perangkonya. Sedangkan kau mau menjelajahi dunia melalui Ijulmu ? Ha ha..” ujarku kembali ngakak, aku dan Pak Dachyar memiliki simpul yang sama, Ijul adalah jin penggoda, jin yang hanya membisiki rasa takut pada manusia.

William tiba-tiba mengeryitkan keningnya, lalu sesuatu seakan  dipikirkannya. Bola matanya membumbung tinggi, kepalanya mendongak ke atas.

“ Aku merasakannya, Ijul memanggilku. Ijul marah pada kalian berdua. Kalian jangan macam-macam dengannya. Karena hukum Kaurna amat bengis..” Pak Dachyar terlihat ketakutan, beliau terlihat panik. Kurasa ancaman William hanya gertak sambal. Bagaimana mungkin bangsa Jin yang tak kasat mata dapat menjadi ancaman real bagi manusia, atau bagaimana mungkin kaum Kaurna yang sudah ludes diberangus oleh kaum pendatang Australia mampu memanggil dewa mereka yang disebut oleh William sebagai Ijul itu ? Masya Allah, apapun boleh terjadi, namun gerak cepat William dari Victoria Square menuju gereja St. Francis Xavier secepat gerakan angin malam, terasa sangat menusuk tulang rusukku hingga ke tulang punggung, aroma gotik juga menusuk hidung berbaur dengan aroma sesembahan ala Kaurna. Bulu kudukku sedikit berdiri, merinding, namun aku harus yakin, semua ini adalah ilusi. Semua yang tampak adalah bayangan , bagaikan gerakan halus pengaruh sihir dari para dukun yang dibayar oleh para penganut Syirik akbar. Penganut di Australia berbeda dengan penganut di Indonesia, kalau di Indonesia cukup dengan kemenyan, dupa, uang , dan kopi…ilusi bisa langsung dikirim kepada siapapun juga, namun akan kembali kepada pihak penyerang bila sasarannya adalah seorang alim yang iklas hanya kepada Allah, Tuhan yang maha kuasa, Tuhan yang menguasai jagad Indonesia maupun jagad Australia.

Pak Dachyar gelagapan, tak dapat berkata-kata jelas, lalu secepat angin tubuhnya bergerak menuju St. Francis melalui dimensi lain berupa partikel-partikel sekecil zarah atom, ilusiku juga mengiringi gerakan angin beraroma gotik, suasana kami mirip seperti di film-film horor produksi Amrik, tubuh kami dihempaskan oleh energi tak terkira kesudut ruang gereja yang setengah gelap dan penuh debu. Kami hampir pingsan, namun Allah masih melindungi kami. Tubuh kami juga mulai berdarah-darah. Ya Allah, ini adalah peristiwa luar biasa yang belum pernah aku alami. Kalau saja peristiwa seperti ini terjadi di Banten misalnya, aku masih bisa menggertak para pelakunya dengan kalimat-kalimat Tasbih, Tahmid, Takbir,dan Istighfar. Kali ini kami hanya terdiam, namun relung hati yang paling dalam tetap melafadkan kalimat-kalimat Tasbih, disusul dengan kalimat Tahmid dan Takbir. Hati kami penuh ketakutan, sedikit takjub dengan suasana ornamen-ornamen kuno yang menghias dinding gereja. Begitu muncul patung-patung besar dengan ukiran yang meliuk-liuk membentuk untaian salip terbalik membelenggu seseorang, mungkin ini yang dimaksud dengan  satanic church oleh William yang pernah ia ceritakan pada kami, aku tersadar, kami berada dalam jurang perbedaan yang sangat sulit disatukan.  Apakah temanku dari Adelaide ini menganut paham children of god , yang diera 80an merasuki kota Lembang - Bandung dan sekitarnya ?  Aku masih ingat, penyebar paham ini memang ada yang berasal dari Australia, ini sumber aliran pemahaman yang menganut kebebasan dengan makna yang sebebas - bebasnya. Children of God termasuk dalam  kelompok satanic church.  William pernah mengulas hal ini, “ cikal bakal gereja setan berasal dari sebuah perkumpulan bernama The Order of the Trapezoid , anggota perkumpulan ini  kemudian menjadi badan pengurus Gereja Setan yang dibentuk pada tahun 1950an oleh Anton LaVey”, sela Willian. Waktu itu aku sangat mengagumi pengetahuan William tentang cerita-cerita rohani namun anti klimaks begini…

Aku menyadari, bukankah kami bergerak bak gelombang menuju gereja Katedral St. Francis Xavier ?  Ataukah kami larut dalam gelombang elektromagnet yang penuh ilusi ?

 

Jleb...jleb.., tiba-tiba aku dan Pak Dachyar berada dalam ruang  lain, layaknya melalui proses terowongan waktu, kami terpental dalam ruang full music , musik menggelegar memenuhi ruang atau ini hanya perasaan kami saja. Terdengar lagu-lagu beraliran heavy metal yang dinyanyikan oleh kelompok band Black Sabath, sebuah kelompok band Misa Hitam yang juga digandrungi anak-anak ABG di Indonesia. Rasa penasaranku terhenti begitu melihat kondisi Pak Dachyar, beliau yang sudah usia lanjut berusia 60an pasti sangat berat menjalani proses penuh ketidakpastian ini. Tubuh kurus Pak dachyar penuh luka dan memar, aku berusaha memapahnya hingga ke sisi ruang, musik susul menyusul memekakkan telinga, hingga terdengar lantunan imagine-nya John Lennon agak mengurangi pekaknya telinga kami.

“ Ha ha ha…ternyata kalian di sini, kalian ingin bertemu Ijul kah ?”, Astaghfirullah, dalam kebingungan yang amat mencekam, William mempermainkan kami. Apa maksudnya ia hendak memperkenalkan Ijul, bukankah kami tidak percaya dengan semua khayalannya.

“ Tidak mengapa, kalian kuperkenalkan pada seorang permaisuri dari Raja Lucifer, si biang raja kami, dia adalah Ijul yang selalu setia menemaniku. Kalian pantas menjadi santapan malam Ijul…ha ha ha …”,  si William semakin menggila.  Tak ada cara lain, seperti tornado malam dengan putaran sentrifugal yang amat dasyat, kami berlari berusaha meloloskan diri, aku dan Pak Dachyar berputar secepat putaran tornado ,bahkan tornado yang paling kencang lajunya di alam jagat ini. Walau sulit dan berat, kami saling menopang ,kaki kami berlari tertatih memutari gereja,menerjang badai Ratu Lucifer, si Ijul sialan itu. Sepenuh tenaga kami kerahkan, tiba-tiba  prak ! Prak!  Prak! Gaya sentripetal yang luar biasa menarik tubuh kami, kami terpental ke jalan Flinder, lalu terlempar ke jalan Wakefield,  lalu kami terjatuh di Victoria Square. Aku sungguh sangat lelah dan tubuh ini tak berdaya untuk melangkah, aku hampir pingsan,aku sudah tidak bisa mengingat lagi keadaan Pak Dachyar, mungkin Pak Dachyar tenggelam terbawa arus tornado Ratu Lucifer. Ternyata sang Ratu memiliki kekuatan dasyat seperti Raja Dajjal yang sedang dinanti-nanti kedatangannya. “Ya Allah, tolonglah kami…tolonglah kami dari kekejaman Ijul…lepaskan kami dari cengkeraman mautnya…”, aku berusaha berdoa terus memohon keselamatan kepada Tuhan Yang Satu,walau ketakutan namun aku masih berharap akan pertolongan Allah.

 

Tak diduga olehku, tiba-tiba…gubraaakkk !  Dug ! Aku terjatuh, tubuhku tergeletak di bawah ranjang, aku terjatuh di lantai. Duh !    Ya Allah, ternyata aku bermimpi…bermimpi di kamar sendiri, heh..Jadi, sosok William,Pak Dachyar, Ijul, Ratu Lucifer, adalah ilusiku, buah mimpi yang carut marut. Ha ha.

“ Ya ampun, Anita…kalau tidur yang fokus dong, masa badanmu kau jatuhkan ke lantai”,sela adikku. Yahh…ternyata cuma mimpi…hilang semua asa untuk berada di Adelaide,Australia.  Mimpiku untuk mengikuti program studi administrator untuk guru- guru dari Bandung, ternyata benar-benar masuk dalam impian yang sungguhan. Masya Allah…

Namun aku tetap  bersyukur , bersyukur karena telah terlepas dari jeratan sikap kemusyrikan si ijul yang telah melanda dunia nyata, walau pada saat itu aku berada dalam ilusi mimpi. Ilusi mimpiku...lumayan seram ya, Alhamdulilah.

yang sering liat

Wijaya Kusumah itu...bermanfaat lho..

Coba cek lagi manfaat wijaya kusumah yang warnanya putih :  Bantu Menyembuhkan Luka Bunga wijaya kusuma diketahui mampu membantu proses peny...

yang sering nongol