Membungkam Pelakor
Si Neng Yanthi pernah berkata kepadaku, ketika hari lebaran kedua, disaat bertamu sambil membawa 2 anak kembarnya dan suaminya, waktu itu ia belum bercerai dengan mantan suaminya. Sambil bergurau ada kata-kata penuh arti terucap di hadapanku, " Bu Rino, jika kita ingin bercerai dengan seseorang, pastikan kita menjalankannya tepat sebelum salah satu dari kita dan pasangan kita meninggalkan rumah kita. Sudah pasti jarak adalah kunci untuk move on. Neng Yanthi ini karakternya koq mirip paranormal gitu ya, pikirku. Mencoba menerka-nerka keadaan hatiku jauh sebelum dia beraksi menyatroni anggota keluargaku. Keren gitu ya..sialan juga. Rencananya benar-benar matang dan tertata rapi, mungkin dia sudah membuat riset bagaimana cara menggulingkan sebuah perahu besar yang bernama Rumah Tangga orang lain, agar dia langsung bisa mengendalikan pikiran semua anggota keluarga.
Dari hal yang terlihat sepele, dia lakukan juga. Suatu hari aku terkaget dengan ucapan anak sulungku, " Ayah, tolong bilangin ke tante Yanthi, makasih banget atas kiriman tasnya..tasnya sangat bermanfaat...", sela Indra, anakku.
" O, kamu diberi hadiah oleh tante Yanthi, dalam rangka apa ya?"
" Ngga dalam rangka apa-apa ma, dia ingin memberi aja kale..." kata Indra
" Hati-hati.." selaku
" Hah?!"
" ...ada udang dibalik batu..." selaku lagi
" Jangan suudzon gitu mah..", aku nyengir penuh arti. Kudapati juga, berita anak keduakupun sering dikunjungi oleh sicentil ini, entah apa yang mereka bicarakan, namun gelagatnya sudah jelas, mau pe de ka te..artinya mau pendekatan supaya bisa diterima baik-baik oleh anak-anakku , dan diterima dengan sangat istimewa oleh suamiku, sudah pasti dia akan merasa ditolak mentah-mentah oleh perempuan saingan beratnya, aku.
Bagaimanapun juga posisi seorang pelakor tidak akan nyaman dan akan banyak ditolak, bahkan ditolak secara sosial. Masyarakat umumnya tidak begitu respek dengan seorang pelakor, namun dengan berkembangnya media sosial yang tanpa batas, pelakor dimana-mana makin naik daun. Secara arti, pelakor tidak perlu dibahas, bahkan kejadian-kejadian luar biasa menjadikan pelakor seperti sebuah mata pencaharian seorang wanita karena terdesak kebutuhan ekonominya. Secara agama, tidak ada itu yang namanya pelakor, seorang istri baik dia diposisi kesatu,kedua,ketiga atau ke empat tetap terhormat dimata masyarakat, namun masyarakat sendiri yang memberi label, ada istilah istri tua, istri muda, istri siri, istri simpanan,hingga akhirnya muncul istilah perebut laki orang, khusus yang terakhir ini biasanya tidak ada pernyataan legal dalam segi apapun, jadi yang namanya pelakor pasti dimulai dari perzinahan dahulu, baru dibuat legal, audzubillahi min dzalik...
Mengapa dejavuku terngiang-ngiang jauh dibawah relung-relung gelap kehidupan seorang pelakor, apakah ini menjadi tanda-tanda dunia sudah menua, sudah mendekati hari kiamatkah? Lihatlah betapa kejahatan dalam biduk rumah tangga hampir menjadi santapan manusia setiap hari. Aku baru saja menyetel televisi, mengharu biru berita pembunuhan seorang istri tua dan anaknya, dimasukkan dalam bagasi mobil alphard tanpa busana, gila begitu berita ini, pasti ini urusannya dengan pelakor. Ada juga berita anak umur 7 tahun dibunuh oleh ibu sambungnya, ampuuunnn...!! Sesungguhnya ini bukan lagi berghibah, namun fakta. Dimana-mana selalu dibicarakan keburukan perempuan yang berjuluk pelakor memporak-porandakan jagat kehidupan rumah tangga dimanapun. Kadang tak terpikir, mengapa seorang wanita dengan mudah menjatuhkan harga dirinya hingga mau memposisikan dirinya sebagai pelakor, bahkan lebih tak masuk akal lagi bila ada seorang wanita berkedudukan mulia di masyarakat, berpendidikan tinggi, memiliki jabatan lumayan penuh respek, namun seperti kehilangan akal sehatnya,mau menjajakan dirinya hanya demi posisi pelakor, duh...dunia mulai menunjukan gejala abnormal, betul begitu....kiamat sudah dekat?
Hari semakin kelam, bertambah gelap oleh hujan mendera deras tubuhku yang melaju diantara lalu lalang jalan raya penuh sesak, kulajukan motor maticku sekencang mungkin, aku menuju perhentian terakhir travel Jakarta- Bandung. Hari ini suamiku minta dijemput disebuah pertigaan ujung jalan tol,sepulang dari kerja dinasnya dari negri seberang,kebetulan ia membeli tiket pulang menuju Jakarta. Selintas aku berpikir, mengapa tidak langsung saja menggunakan penerbangan kekota kami, bukankah lebih cepat sampai rumah? Kucoba menebak jawabannya, yang kuperoleh di akhir aksi dramatisku. Jam menunjukkan pukul 8 malam, aku duduk menanti di warung nasi padang pas pertigaan ujung jalan tol,aku menanti suamiku. Motor kuparkir agak sembunyi di depan warung. Tak seberapa lama, mobil travel dengan tulisan "travel cepat" berhenti di depan warung. Kuperhatikan dalam bayang-bayang berkas lampu jalan, suamiku turun dari mobil, agak terhenjak samar kulihat disamping suamiku ada seseorang perempuan dengan kriwil rambut khas sebahu, ya aku ingat kriwil rambut begitu itu adalah kriwil rambutnya si Neng Yanthi, mirip begitu ketika ia bertamu ke rumahku, aku berusaha tenang, mungkin bukan dia..pikirku.
"Assalamualaikum...",sapaku manis, sementara Bang Rino sibuk mencari-cari sesuatu dibalik kegelapan lenyapnya mobil travel dari pandangan kami, bodohnya aku..tidak juga berpikir jauh.
"Waalaikumsalam, say..ayo kita langsung pulang ke rumah", jawab Bang Rino ramah.
"Sebentar Bang, aku sudah memesan 2 gelas teh manis, ayo kita minum sebentar" aku ajak Bang Rino masuk ke dalam warung, kebetulan warung sepi, hanya ada kami berdua yang duduk di dalamnya. Mata Bang Rino tetap seakan mencari sesuatu dibalik lajunya mobil travel, adakah ia mencari sosok yang rambutnya kriwil-kriwil seperti si Neng Yanti si pelakor ? Aku pura-pura tidak tahu, padahal semua sudah terkumpul dalam dada ini, tinggal menunggu saatnya meledak diwaktu yang tepat. Selesai menghabiskan beberapa teguk teh manis, kami pulang menaiki motor maticku. Selama perjalanan dengan sedikit gerimis hujan, tangan Bang Rino sesekali mendekap tanganku sambil sesekali melepasnya, kedua tangannya cukup cekatan menguasai motor dengan kecepatan sekitar 40 km per jam. Ku perhatikan kelimis rambutnya, seperti tidak habis dalam perjalanan jauh, seperti habis mandi. Wah, aku mulai berpikir yang bukan-bukan. Tapi waspada itu sangat diperlukan. Sikap Bang Rino yang terlihat sangat hangat padaku justru semakin membangkitkan kecurigaanku atas semua hal-hal buruk yang dilakukannya di luar rumah. Padahal aku menyadari, berburuk sangka itu merupakan dosa besar. Aku paham dengan satu dalil "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka buruk (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka buruk itu dosa. Dan janganlah sebagian kalian mencari-cari keburukan orang dan menggunjing satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang." (Al-Hujurat: 12).
Hmm...begitulah, kejadian demi kejadian tak membuatku beraksi,mulai dari kepergok di hotel melati, disusul dengan foto-foto tanpa busana, ditambah dengan bayang-bayang pelakor itu satu mobil travel dengan suamiku, perlukah aku bertindak ? Untuk menghajarnya dengan satu tembakan peluru, bisa saja aku lakukan. Atau melibasnya dengan pedang, satu tebasan bisa saja pelakor itu melayang nyawanya. Mungkin suatu saat itu harus aku lakukan demi memberi pelajaran. Pistol double-action revolver sepertinya cocok untuk menghabisi perempuan nakal itu. Sadis juga ya...tapi tidak juga kalau berpijak pada hukum agama yang mengharuskan para pezina dirajam sampai mati...ya sampai mati. Apakah terlihat sadis? Tentu saja tidak, bagaimana mungkin sebuah perbuatan merusak tatanan kehidupan manusia yang harus berlandaskan akhlaq yang sudah diatur Penguasa jagat ini, lalu dilanggar dengan seenak perut, pasti akan merusak semua sendi-sendi tatanan itu. So pasti, urusan predikat anak beranak, waris mewaris, juga etika pergaulan menjadi sangat rancu, sangat bebas, dan bisa mirip dengan ekosistem binatang, wah..kan gawat.
Langit semakin legam, suara pekikan burung malam mulai bersahutan pertanda malam semakin larut, saatnya untuk rebahan. Baru saja, Bang Rino selesai bebenah diri, selanjutnya hendak melepas rasa lelah...tiba-tiba telpon rumah berdering. Aneh kan..? bukan hand phone yang berdering,namun telepon rumah. Segera Bang Rino berlari mengangkat telpon tersebut. Tanpa pikir panjang, aku ikuti langkah Bang Rino,pastilah membuat ia bertingkah kaku,sambil tangannya menghempas-hempas udara malam,memberi kode agar aku tak mendekat. Siapa yang peduli, bahkan kudekati kupingku ke gagang telepon.
"Hallo sayang, asyik ya tadi siang, kita melakukannya dengan sukses..." desahan perempuan nakal terdengar di telingaku dengan jelas.
Prak! Prak! langsung kurebut , kubanting gagang telepon, lalu kuraih kembali, lalu dengan penuh emosi kukatakan dengan seksama pada perempuan disebrang sana..
" Hei, ijul... perempuan nakal, belum puaskah kamu dengan perbuatan nistamu tadi siang?", tiba-tiba semua hening. Rupanya perempuan itu tidak menerima tantanganku. Sedangkan Bang Rino pelan-pelan beranjak dari hadapanku, tidak ingin meladeni amarahku, tenang dan tertib seperti kerbau dicocoki rumput, ada sihir yang terlintas ditubuh Bang Rino. Ya sihir sudah menggerayangi tubuhnya, sihir sejenis pengikat tali asmara, siapa lagi kalau bukan jin kiriman perempuan itu. Sihir telah memporak-poranda kehidupan Bang Rino. Gelagatnya amat kentara, bila seseorang sudah mulai malas beribadah shalat, ogah-ogahan mengaji Al Qur'an, tunggulah jin pengganggu akan menempel ditubuh manusia itu. Aku sungguh sulit membayangkan bagaimana efek rusaknya sebuah rumah tangga oleh jin pengganggu yang bernama Dasim, yang sangat terkenal efek merusaknya.
iklan
" Bang, sadar ngga kalau Abang sudah melakukan perbuatan dosa yang sangat besar?",aku berusaha memberi gambaran tentang dosa-dosa yang akan menjerumuskan manusia ke dalam neraka Jahanam.
" Tenang saja, aku tidak sedang berbuat yang tidak-tidak koq..." selanya enteng.
" Lalu,mau dikemanakan semua bukti yang sudah dilihat?"
" Itu kan, hanya perasaanmu saja " memang jawaban orang kerasukan jin, begitulah.
Beberapa hari berikutnya sejak perjalanan pulang bareng mereka, eksekusi harus segera dilakukan, harus itu...kalau tidak, tanggung jawab moral kepada sang Penguasa Jagat akan terlepas, aku adalah korban perundungan, maka aku akan tak tinggal diam. Kusebut ini adalah sebuah perundungan karena Neng Yanthi dan Bang Rino sudah berperilaku menyakitiku secara psikis, kekerasan verbal tentang kata-kata bahwa mereka tidak berbuat senonoh namun kenyataannya menimbulkan rasa tertekan, dan membuat aku tak berdaya, sudah cukup menjadi bukti, aku harus bertindak. Aku adalah seorang istri, dengan posisi pada tempatnya, aku sudah berusaha semaksimal mungkin untuk membahagiakan suami, seperti nasihat yang pernah kudengar : "Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki, yaitu istri shalihah yang bila dipandang akan menyenangkannya, bila diperintah akan mentaatinya, dan bila ia pergi sang istri ini akan menjaga dirinya." (H.R. Abu Dawud). Bukankah aku sudah menjadi istri yang taat kepada suami, seharusnya sang suamilah harus bersikap legowo terhadap istri yang taat, aku kira...aku sudah taat, " ...kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha tinggi lagi Maha Besar" (Q.S. An-Nisa' 4.34)
Sabtu pagi, kampus tempat Neng Yanthi mengajar, tidak ada kegiatan perkuliahan, aku meluncur ke tempat tangkringannya, sebuah ruangan kantor yang diatasnya bertuliskan "Ketua Jurusan TekLing" besar-besar, lumayan keren pikirku. Tapi pikiranku kuralat, memalukan..seorang pejabat kampus memposisikan diri sebagai pelakor, ngga keren banget.
" Ibu mau bertemu siapa? Sudah ada janjikah" seorang satpam tanpa seragam satpamnya menegurku sopan.
" ya, saya sudah janjian bertemu dengan Bu Yanthi, tolong infokan ke beliau kalau saya sudah menunggunya" jawabku sedikit ketus.
" Baik bu, akan saya beritahu beliau.."
Lama aku menunggu, eh perempuan itu ngga nongol juga batang hidungnya. Kuangkat HPku, lalu menelponnya, dan memerintahkan perempuan itu untuk menemuiku saat itu juga. 5 menit...6 menit...7 menit...perempuan itu belum juga unjuk gigi. Akhirnya aku pura-pura berteriak pada satpam di sebelahku yang sudah tiba dan berjaga-jaga mengawasiku.
" Hei, pak satpam, mana bosmu !? Sudah kutelpon koq ngga muncul aja !"
" Sabar bu, Bu Kajur sedang sibuk, sedang banyak urusan.."
" Urusan apa? sekarang kan sabtu, mana ada perkuliahan" jengkel juga aku dibuatnya, dengan reflek aku memasuki ruang kerja perempuan itu. Di atas bufet kecil ada foto anak kembarnya, dibelakang bufet ada meja besar dilapisi kaca tebal, ada tumpukan buku-buku, juga ada tumpukan kerjaan mahasiswa, aku mencari-cari sebuah foto, koq foto suaminya tidak ada. O ya, aku lupa..kan perempuan itu setelah kuselidiki, dia sudah bercerai dengan suaminya, dengar-dengar sih mereka bercerai karena masalah ekonomi, kata orang suaminya pemalas, kerjanya cuma serabutan di sebuah mall, pasti perempuan itu membutuhkan suami dengan prestise yang lebih,minimal sama dengan dirinya, ya iyalah...dia membutuhkan suami seperti Bang Rino, pas begitu ya. Dia menginginkan suami pengajar juga,pantas saja bagaimana mungkin seorang jurusan teknik lingkungan, yang pantasnya mengajarkan mengurus sampah dilingkungan hidup manusia bisa mengajar di laboratorium CNC, sebuah lab di jurusan mesin, pasti ada kolusi dan nepotisme dengan orang dalam, siapa lagi kalau bukan dengan Bang Rino, bagaimana mungkin seorang profesional mengerjakan yang bukan bidang pekerjaannya, pasti tujuannya hanya untuk memperoleh honor, hadeuh...benar-benar bermotif ekonomi. Kadang manusia itu berpikir terlalu naif, hanya karena dia takut jatuh miskin atau hanya karena mencari kesenangan dunia semata sampai tega mengorbankan orang lain. Sesungguhnya seharusnya aku jangan terlalu peduli dengan semua kedzaliman ini, bukankah Sang Khalik sudah menyatakannya dalam pernyataan sangat tegas, "Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan senda gurauan, perhiasan dan saling berbangga di antara kamu serta berlomba dalam kekayaan dan anak keturunan, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian (tanaman) itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang palsu."
Badanku yang mulai lelah, aku dudukan pada sofa di depan ruang perempuan nakal ini, tiba-tiba di depanku sudah berdiri dengan penuh sopan merunduk membungkukkan tubuhnya, perempuan itu sudah dihadapanku.
" Selamat siang bu ? Bagaimana kabarnya?", sudut mataku dengan serius memandangi tubuh perempuan itu mulai dari ujung kaki hingga ujung kepala, aku belum ingin menjawab sapaannya. Kuperhatikan rambutnya yang bentuknya kriwil-kriwil sudah berubah menjadi lurus, o ternyata dia me-rebonding rambutnya, beberapa hari lalu rambutnya hanya sebahu ketika dia turun dari travel cipaganti, mengapa sekarang rambutnya menjadi panjang sebatas pinggangnya, akh ternyata dia melakukan hair extension,menyambung rambut dengan rambut siapa ya, bisa jadi rambut singa jantan, karena warna rambutnya koq agak vintage begitu, ha ha..Pasti dia banyak mengeluarkan uang untuk mempercantik diri di salon, pasti uangnya berasal dari Bang Rino,bukankah untuk menyambung rambut agar terlihat alami dan anggun seperti perempuan dihadapanku ini ,membutuhkan uang minimal 6 jutaan?..setan terus membisiki aku dengan cerita-cerita serunya.
" Jadi ini ya yang namanya Neng Yanthi ?", dia hanya mengangguk tanpa keluar kata-kata dari bibirnya yang agak kehitaman, sepertinya perempuan ini doyan ngerokok..
" Apa maksud kamu selalu berdua-dua dengan suamiku?", aku bertanya to the point saja.
" Hubungan saya dengan bapak hanya secara profesional saja bu.., hanya teman kerja saja bu.."
" Maksud kamu profesional di ranjang..begitu?!" kuambil beberapa helai foto hasil cetakkan anakku Putri, kulempar foto-foto itu ke hadapannya.
"Lalu..apa maksudmu dengan foto-foto telanjangmu ini?"
" Bukan apa-apa bu, jangan salah paham, itu hasil jepretan teman wanita saya, itu hanya iseng aja.." katanya penuh tipu daya.
" Bagaimana mungkin hanya iseng, ini kamu lakukan di kamera suami saya?!". Perempuan muda ini terdiam seribu basa. Lalu aku merogoh dari dompetku selembar kertas berisi hasil transfer sejumlah uang, kira-kira seharga dua tiket pesawat ke Singapura, dari suamiku untuk perempuan itu.
" Lalu ini apa ? Kamu sudah pandai memoroti suamiku ya..", kuperhatikan tas kerjanya yang bermerk, juga baju yang ia kenakan, sepertinya dia pandai memilih barang-barang mewah. Tapi tetap saja penampilannya tidak se elegan yang kuduga, tidak secantik yang kukira, hanya umurnya saja yang berkisar 40 an yang membuat ia masih terlihat agak muda yang mungkin menjadi daya tarik bagi suamiku.
" Itu uang transfer dari bapak, karena bapak pernah berhutang pada saya, dan itu uang untuk mengembalikan hutang bapak".katanya penuh tipu daya.
" Kamu pikir saya bodoh, bapak kalau tidak punya uang pasti minta ke saya, kamu pikir saya ini miskin ? " istilahnya ini perempuan memang harus ditekan terus menerus supaya mengakui semua perbuatannya.
" Akui saja semua perbuatanmu, apakah kamu sudah menikah siri dengan suami saya, hah ?", dia hanya bisa menggelengkan kepala.
" Berarti kalian sudah berzina, apakah kalian tidak takut dengan azab Allah, istighfar neng...istighfar, apakah tubuhmu mau dipanggang di neraka? ", Neng Yanthi hanya tertunduk,tidak ada bantahan darinya sedikitpun. Ternyata aku salah menduga, ia bangkit lalu sambil tertawa ngakak ia langsung bertolak pinggang.
" Anda tidak perlu menasehati saya, semua urusan saya jangan anda bahas di sini. Anda jangan memperlihatkan kesucian anda..", tanpa sadar aku bangkit dan mengambil sebuah asbak beling di atas meja sofa, lalu kubanting asbak didepan perempuan itu. Prang ! pecah berantakan
" Dasar perempuan tidak tahu malu!" aku bergegas pergi meninggalkannya menuruni tangga menuju keluar gedung. Neng Yanthi mengejarku ditemani satpam sambil terus bersungut mirip anak kecil memohon agar dimaklumi perbuatannya. Namun entah mengapa, tiba-tiba...gubrak ! Neng Yanthi jatuh dan terguling berkali-kali di turunan tangga. Sepatu jangkungnya menyebabkan ia terpeleset tak terkendali. Aku sangat kaget, darah mengalir dari kepalanya,ia menjerit kesakitan, sungguh tragis! Pertanda apakah ini, ya Allah...terbersit sedikit penyesalan.
Akhir sebuah tragedi akhirnya tiba, diberitakan bahwa Neng Yanthi menderita gegar otak yang lumayan parah. Kelumpuhan menderanya, semoga semua kejadian menjadi perenungan buat siapapun yang melakoni setiap aspek perjalanan hidup di dunia ini.